🏅 Pesantren Salafi Di Banten

Untukponpes Mumtaz Ibadurrahman di Tangerang sendiri letaknya ada di Gg. Masjid, RT.006/RW.06, Kenanga, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang, Banten 15146. Jika Mama tertarik mendaftarkan anak di ponpes ini, Mama bsia segera mengunjungi alamat tersebut untuk informasi lebih lengkap lainnya.

JAKARTA - Para sukarelawan Ganjar Milenial Center Banten menggelar aksi sosial dengan membuatkan sumur bor untuk Pondok Pesantren Salafi di Kampung Cirebuk Desa Cipining Kecamatan Curugbitung Kabupaten Lebak, Banten. "Ganjar Milenial Center Banten, merealisasikan bantuan ini sebagai bentuk bukti pemuda milenial Kabupaten Lebak sangat memiliki jiwa sosial yang tinggi dan terkolaborasi dengan semangat muda Ayah Ganjar," ujar Korwil GMC Banten Cucu Komarudin di lokasi, Jumat 31/3/2023 Menurutnya, bantuan itu digagas bersama milenial Curugbitung yang melihat selama ini belum ada perhatian khusus baik dari pemerintah maupun kelompok masyarakat terhadap kehidupan sehari-hari para santri di pesantren tersebut. Kegiatan GMC Banten itu sekaligus untuk menyosialisasikan sosok Ganjar Pranowo pada masyarakat. Selain itu, untuk memberdayakan milenial santri dalam gagasan kepemudaan dan kepedulian masyarakat seperti yang sering dilakukan Ganjar. Eriansyah, salah satu santri mengucapkan terima kasih atas bantuan GMC Banten. "Pondok kami jadi sangat terbantu dengan bantuan ini GMC Banten ini. Terima kasih banyak," pungkas Eriansyah.

ProfilPesantren Salafi Banten oleh: Baedhawy, rubi Ach ; Profil Pesantren Salafi Banten oleh: Ach, Baedhawy Ruby, et al. BUDAYA PESANTREN SALAFI (STUDI KETAHANAN PESANTREN SALAFI DI PROVINSI BANTEN) oleh: Hanafi, M. Syadeli Terbitan: (2018)
ArticlePDF Available AbstractPesantren salafi merupakan lembaga pendidikan Islam konvensional yang sangat mengakar di masyarakat muslim di Indonesia, khususnya di Provinsi Banten. Kemampuannya untuk tetap eksis dan bersaing dengan pesantren-pesantren modern sungguh sangat mengagumkan, padahal tantangan dan rintangan, baik yang berkaitan dengan persaingan dengan pesantren-pesantren modern maupun dengan sekolah-sekolah umum sangat berat, belum lagi stigma yang dialamatkan kepadanya sebagai wadah pengkaderan Islam radikal dan militan yang dialamatkan secara langsung maupun tidak langsung, sungguh telah menghancurkan popularitas pesantren salafi di masyarakat. Penelitian ini bermaksud mengungkapkan nilai-nilai esensial dari budaya organisasinya serta pengaruhnya terhadap eksistensinya dimasyarakat. Hasil penelitian menemukan bahwa budaya organisasi berupa nilai, keyakinan, kebiasaan, dan filosof hidup dibangun dan dipertahankan oleh kiai sebagai figure sentral. Wujud budaya pesantren meliputi budaya kekeluargaan, kebersamaan dan suka menolong, kualitas, kejujuran dan tanggung jawab. Budaya ini tetap lestari disebabkan adanya perekat budaya meliputi kepatuhan, keakraban, kejujuran dan tanggung jawab santri terhadap kiai yang dimaknai sebagai sikap tawaddu`, ibadah, dan ikhlas. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten BUDAYA PESANTREN SALAFI Studi Ketahanan Pesantren Salafi Di Provinsi Banten M. Syadeli HanafiUniversitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten Email syadeli Abstract Salafi pesantren is a conventional Islamic educational institution which rooted deeply at Muslim society in Indonesia, especially in Banten Province. Its ability to keep existing and competing with modern pesantren is extraordinary, even though challenges and obstacles coming from competition with both modern pesantren and public schools are very hard, not to mention a stigma given to it directly or indirectly as a place to train radical and militan Islam, has trully destroyed salafi pesantren‟s popularity in society. This research intended to disclose the essential values of salafi pesantren‟s organizational culture along with its influence on its own existence in the society. Research result found out that organizational culture such as value, conviction, custom, and life philosophy is built and maintained by kiai Islamic scholar, usually also a head of pesantren as a central figure. Manifestation of pesantren‟s culture includes cultural kinship, solidarity and helpfulness, quality, honesty, and responsibility. These cultures remain sustainable due to the existence of cultural adhesive which are obedience, familiarity, honesty, and santri‟s students of pesantren or madrasah responsibility towards kiai that interpreted as an act of tawaddu‟ humility, observance, and sincerity. Keywords organizational culture, pesantren, kiai Abstrak Pesantren salafi merupakan lembaga pendidikan Islam konvensional yang sangat mengakar di masyarakat muslim di Indonesia, khususnya di Provinsi Banten. Kemampuannya untuk tetap eksis dan bersaing dengan pesantren-pesantren modern sungguh sangat mengagumkan, padahal tantangan dan rintangan, baik yang berkaitan dengan persaingan dengan pesantren-pesantren modern maupun dengan sekolah-sekolah umum sangat berat, belum lagi stigma yang dialamatkan kepadanya sebagai wadah pengkaderan Islam radikal dan militan yang dialamatkan secara langsung maupun tidak langsung, sungguh telah menghancurkan popularitas pesantren salafi di masyarakat. Penelitian ini bermaksud mengungkapkan nilai- nilai esensial dari budaya organisasinya Vol 35 No 01 January - June 2018 DOI Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 serta pengaruhnya terhadap eksistensinya dimasyarakat. Hasil penelitian menemukan bahwa budaya organisasi berupa nilai, keyakinan, kebiasaan, dan filosof hidup dibangun dan dipertahankan oleh kiai sebagai figure sentral. Wujud budaya pesantren meliputi budaya kekeluargaan, kebersamaan dan suka menolong, kualitas, kejujuran dan tanggung jawab. Budaya ini tetap lestari disebabkan adanya perekat budaya meliputi kepatuhan, keakraban, kejujuran dan tanggung jawab santri terhadap kiai yang dimaknai sebagai sikap tawaddu`, ibadah, dan ikhlas. Kata Kunci budaya organisasi, pesantren, kiai A. Pendahuluan Berdasarkan data Kantor Depag Provinsi Banten tahun 2009, jumlah pondok pesantren yang terdaftar sebanyak lembaga dengan jumlah santri sebanyak orang; sungguh potensi pendidikan yang sangat besar dan strategis bagi pengembangan sumber daya manusia di Provinsi lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren telah berperan nyata baik sebagai lembaga pendidikan yang berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupanbangsa, maupun sebagai lembaga sosial, basis perlawanan rakyat terhadap penjajahan untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Kiprah pesantren di Indonesia memang sangat kuat dan mengakar pada masyarakat Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berasal dari masyarakat, diselenggarakan oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Eksistensi pesantren memang telah tumbuh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan Agama Islam di pesantren sebagai lembaga pendidikan sangat era berdirinya kerajaan Islam, pesantren memperoleh tempat utama sebagai tempat masyarakat belajar berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu agama di jaman penjajahan, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan barat yang dinamakan ini yang kemudian dipandang masyarakat sebagai sarana untuk menuju masyarakat modern, sedangkan pesantren dianggap mempertahankan tradisi ini sengaja diciptakan untuk menggerus pengaruh pesantren, karena pesantren oleh penjajah dianggap sebagai basis para pejuang kemerdekaan. Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten Pada era kemerdekaan, pesantren tetap lebih fokus mengembangkan persekolahan sebagai satu satunya lembaga pendidikan yang dapat membawa kemajuan rakyat ini menyadarkan tokoh-tokoh pendidikan Islam bahwa pesantren perlu melakukan reformasi dan modernisasi pesantren agar dapatmenyesuaikan diri dengan perkembangan tetapi beberapa pesantren tetap eksis dengan pola dan sistem pendidikan lama yang diwariskan secara turun temurun kepada keluarganya yang kemudian dikenal sebagai pesantren salafiyah. Pesantren salafiyah atau disingkat menjadi salaf atau salafi merupakan lembaga pesantren yang masih mempertahankan pola-pola pendidikan pesantren tradisional yang tercermin pada kurikulum yang mengajarkan kitab-kitab klasik kitab kuning saja, model pembelajaran yang terpusat pada kiai, dan juga hal-hal lain yang masih mempertahankan tradisi pesantren jaman dulu. Dengan kondisi pendidikan yang sederhana dan tradisional tersebut, ia hidup ditengah- tengah masyarakat yang bertambah maju dengan pilihan layanan pendidikan yang beragam dan modern. Tidak hanya itu saja, secara sistemik, media barat membuat berita negatif bahwa pesantren ini dianggap sebagai lembaga pengkaderan Islam militan dan radikal. Dengan beragam tantangan tersebut di atas, pesantren salafi tetap eksis dengan budayanya yang spesifik. Hipotesisnya, ketahanan pesantren salafi berakar pada budayanya yang kuat dan mengakar hingga ke sangat menarik untuk meneliti ketahanan pesantren salafi dalam menghadapi gelombang modernisasi pendidikan, khususnya pesantren modern ditinjau dari budaya organisasinya. Untuk itu, secara detil masalah yang diangkat dalam artikel ini meliputi 1 bagaimana proses pembentukan norma, keyakinan, nilai, dan kebiasaan yang ada dalam pesantren salafi; 2 apa dan bagaimana filosofi pesantren salafi; 3 bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap efektifitas pencapaian tujuan pesantren salafi, dan 4 bagaimana budaya itu dimaknai oleh santri dan dampak budaya terhadap eksistensi pesantren salafi. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan pesantren salafi ditinjau dari budayanya. Secara rinci, penelitian ini bertujuan untuk 1 mengetahui proses pembentukan norma, keyakinan, nilai, dan kebiasaan yang ada dalam pesantren salafi; 2 mengetahui filosofi pesantren salafi; 3 mengetahui pengaruh budaya organisasi pesantren salafi terhadap efektifitas pencapaian tujuan; dan 4 mengetahui makna dan dampak budaya organisasi pesantren salafi terhadap eksistensi organisasi. Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 B. Tinjauan Pustaka 1. Budaya Organisasi Pembicaraan tentang budaya organisasi sangat menarik perhatian para ahli manajemen, beberapa malah berpendapat bahwa keberhasilan perusahaan organisasi disebabkan oleh budayanya yang Schein mendefinisikan organizational culture is the pattern of basic assumptions that a given group has invented, discovered, or developed in learning to cope with its problems of external adaption and internal integration, and that have worked well enough to be considered valid, and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those Demikian juga pandangan O`Reilly mengatakan organizational culture as the shared social knowledge within an organization regarding the rules, norms, and values that shape the attitudes and behaviors of its Setiap organisasitentu memiliki budaya organisasi yang berfungsi sebagai perekat anggota organisasi untuk loyal dan konsisten terhadap nilai-nilai values, keyakinan beliefs, norma norms, dan asumsi-asumsi assumtions yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggotanya sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah Nilai values yang dimaksud adalah guidlines and beliefs that a person uses when confronted with a situation in which a choice must be Nilai ini berbentuk konsepsi tentang keadaan yang diinginkan dan digunakan sebagai kriteria dalam memilih tingkah laku atau sebagai justifikasi tujuan dan perilaku aktual. Dalam setiap budaya organisasi memiliki tiga komponen besar, yaitu 1 observable artifacts yang meliputi symbols, physical structures, language, stories, rituals, and ceremonies; 2 espoused values; 3 Basic Underlying Sedangkan Luthans mengemukakan karakteristik budaya organisasi meliputi 1 aturan perilaku yang diamati, 2 norma, 3 nilai dominan, 4 filosofi, 5 aturan, 6 iklim organisasi. Organisasi yang memiliki budaya kuat akan dapat mengarahkan anggota organisasi menuju tujuan yang ditetapkan dan dapat meningkatkan konsistensi perilaku anggotanya. Perilaku organisasi ini berdasarkan atas nilaiorganisasi yang dapat berupa kebebasan, demokrasi, tradisi, loyalitas, kejujuran dan tanggung wujud konkrit dari nilai yang diaplikasikan sehari-hari berbentuk norma yang mengatur perilaku anggota organisasi. Norma ini kadang tidak tertulis tapi dipedomani oleh anggotanya. Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten Budaya organisasi pada awalnya merupakan pengalaman- pengalaman atau praktik-praktik dalam memecahkan persoalan organisasi dan berhasil membawa organisasi berkembang. Pengalaman dan praktik yang berhasil ini kemudian melembaga institutionalization. Upaya pertama yang melakukan pelembagaan ini tentu saja para Edgar H. Schein menggambarkan bagaimana budaya organisasi dimulai. Pertama, seorang pendiri punya ide untuk perusahaan; kedua, pendiri menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki persamaan visi dengan pendirinya. Ketiga, kelompok inti mulai bertindak secara konkrit menciptakan organisasi. keempat, pada titik ini, orang lain masuk organisasi, dan sejarah pun Setelah budaya organisasi terbentuk, dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankannya melalui berbagai kegiatan pengalaman serupa kepada anggota organisasi. Pertama, proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian imbalan, kegiatan pelatihan dan pengembangan karir, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka cocok dengan budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya, dan menghukum dan bahkan memecat mereka yang Upaya mempertahankan budaya organisasi sama pentingnya dengan membentuk budaya itu. Para pendiri organisasi akan melakukan seleksi yang ketat dalam penerimaan anggota organisasi untuk meminimalisir kemungkinan penentangan-penentangan terhadap nilai-nilai inti organisasi. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya Jadi, seleksi pada hakekatnya mencari invidu yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan organisasi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berkaitan dengan sikap, maka pimpinan memilih individu yang cocok dengan budaya organisasi atau sebaliknya individu itu sendiri yang akan mengundurkan diri jika terjadi konflik nilai dengan organisasi. Kedua, Manajemen Puncak pemimpin menerapkan budaya organisasi melalui perintah dan perilaku nyata yang dapat dicontoh oleh anggota. Misalnya pemimpin memerintahkan hidup sederhana kepada bawahannya, demikian pula perilaku pemimpin tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, perintah dan perilaku pemimpin organisasi harus selaras agar menjadi model perilaku bagi anggotanya. Perilaku pemimpin yang konsisten akan menjadi budaya organisasi yang dianut oleh anggota organisasi melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap keterampilan, perannya, dan melakukan penyesuaian terhadap nilai dan norma kelompokkerjanya sehingga individu itu berubah sesuai yang diinginkan oleh organisasi. Proses ini disebut tahap Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 Eksistensi organisasi sangat tergantung pada kuat dan lemahnya budaya organisasi. Semakin kuat budaya organisasinya, maka akan terlihat perbedaannya dengan organisasi lain yang sejenis; demikian pula sebaliknya, organisasi yang memiliki budaya organisasi lemah akan mati karena orang-orangnya kehilangan identitas sebagai anggota organisasi tersebut. Robbins menggunakan istilah budaya kuat untuk menunjuk pada budaya yang dianut bersama secara mendalam dan meluas. Makin banyak anggota menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. Selanjutnya budaya kuat akan meningkatkan konsistensi perilaku kuat ini memiliki pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya sehingga dapat meningkatkan komitmen, loyalitas dan kesetiaan anggota. Dengan pembahasan di atas, terlihat budaya melakukan beberapa fungsi sebagaimana dikemukakan oleh Robbins yaitu budaya berperan menetapkan tapal batas; artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. memberikan rasa identitas ke anggota organisasi; mempermudah timbulnya komitmen yang kuat; meningkatkan kemantapan sistem sosial; menjadi perekat sosial yang mempersatukan anggota organisasi, dan budaya berfungsi juga sebagai mekanisme pembuat makna dan pengendali sikap dan perilaku Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda dan unik. Keunikan budaya pada masing-masing organisasi ditunjukkan dalam norma dan nilai yang memandu perilaku anggota organisasi. Manifestasi budaya organisasi misalnya, norma berpakaian, cerita orang-orang mengenai apa yang terjadi, aturan dan prosedur formal organisasi, kode perilaku formal, ritual, tugas, sistem gaji, bahasa, dan lelucon yang hanya dimengerti oleh orang dalam. Pembahasan di atas menunjukkan betapa pentingnya peran budaya dalam mempengaruhi perilaku anggota. Akan tetapi, kemapanan budaya menyebabkan organisasi sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan masyarakat atau lingkungan global. Kondisi organisasi ini disebut disfungsional, yaitu mengganggu kefektifan hambatan perubahan. Budaya menjadi beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi hambatan terhadap keanekaragaman. Pada budaya kuat, keanekaragaman nilai yang dibawa anggota baru merupakan ancaman dan cenderung ditolak. Pada hal, organisasi membutuhkan perilaku dan keanekaragaman kekuatan unik yang dimiliki anggota organisasi untuk menghadapi berbagai tantangan organisasi. dan Ketiga hambatan terhadap merger atau Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten 2. 13Pondok Pesantren Salafiyah Kata “pesantren” memiliki pengertian sebagai tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berasal dari bahasa Arab “funduuq” yang artinya hotel atau Salafiyyah atau salaf mengandung arti “yang dulu atau yang sudah lewat”, ini menunjuk pada metode dalam agama Islam yang mengajarkan syariat Islam secara murni, yakni periode sahabat Nabi Muhammad SAW dan Tabi`in senior. Anehnya istilah salaf juga digunakan kalangan pesantren yang berkonotasi “pesantren tradisional”.15 Pesantren salafi dipandang sebagai indigenous education di Indonesia. Pesantren ini didirikan oleh para wali untuk mengajarkan ajaran Islam kepada para pengikutnya yang datang dari berbagai daerah yang selanjutnya setelah mereka selesai menuntut ilmu agama Islam, mereka kembali ke tempat asalnya untuk mengajarkan kembali apa yang telah mereka pelajari kepada murid-muridnya, sehingga berkembanglah pesantren ini sebagai lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan ilmu-ilmu agama tafaqquh fiddin hingga sekarang. Pesantren salafi ini memiliki keunikan yang sepertinya dipertahankan oleh kiainya sebagaimana ia pernah alami sewaktu ia mesantren dulu. Beberapa keunikan yang dapat diidentifikasi antara lain 1 Kobong yaitu tempat tinggal santri. 2 mesjid sebagai pusat ibadah dan belajar mengajar termasuk juga berfungsi sebagai tempat i`tikaf dan melakukan latihan-latihan, suluk dan dzikir, maupun amalan-amalan lainnya dalam kehidupan tarekat dan juga 3 Santri, yang terdiri dari santri muqimmondok dan santri kalong tidak mondok. 4 Kiai sebagai tokoh sentral dibidang ilmu agama, guru yang mengajarkan kitab- kitab klasik atau kitab kuning dan sekaligus juga pemilik pesantren. 5 Kitab-kitab klasik kuno yaitu kitab yang dikarang para ulama terdahulu.6 metode pembelajaran tradisional yaitu pengajian sorogan dan bandungan wetonan. Pesantren memenuhi unsur-unsur sebagai sebuah organisasi, yaitu kumpulan orang yang saling berinteraksi, ada norma yang mengaturnya dan memiliki tujuan bersama. Walaupun demikian, pesantren ini merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Keunikan pesantren karena ia lembaga pendidikan yang mengajarkan secara khusus ilmu agama dan ilmu alat untuk menafsirkan ajaran-ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadist, selain itu juga mempelajari teks- teks arab klasik secara mendalam yang dikenal dengan sebutan kitab kuning. Nurcholis Madjid menyebutkan mata pelajaran pesantren meliputi tauhid, akhlak, Nahwu dan sorof, fikih, hadist, dan bahasa kompleksitas pesantren sebagai organisasi dapat diketahui dari tata kelola yang berpusat Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 pada kiai sebagai pemilik pesantran, guru, dan juga figure utama panutan para santri. Peran kiai dalam pesantren sangat dominan sehingga dapat dikatakan bahwa nilai- nilai kehidupan pesantren atau dengan istilah saya budaya pesantren dibangun dan ditetapkan oleh kiai sebagai figure sentral santri. Dahulu, Pesantren bagi masyarakat pedesaan adalah satu-satunya lembaga pendidikan bagi anak-anaknya menuntut ilmu. Sekolah maupun madrasah masih jarang. Kondisi ini menjadikan pesantren sebagai tujuan orang tua mendidik anaknya dalam menuntutilmu agama. Oleh karena itu, lulusan pesantren salafiah pada umumnya menjadi ustadz atau mubaligh dan pada saatnya mereka mendirikan pesantren, masyarakat menilainya layak untuk disebut kiai. Kiai merupakan sebutan yang berkembang di pesantren salafi. Makna kiai sulit ditelusuri secara etimologi. Mungkin kiai sama dengan sebutan “Sheikh” dalam bahasa Arab yang artinya “man balagha rutbatal fadli”, yaitu orang-orang yang telah sampai pada derajat keutamaan, karena selain pandai alim dalam masalah agama, mereka mengamalkan ilmu itu untuk dirinya dan muridnya. Kata Santri berarti “orang yang mendalami agama Islam”. kedua sebutan tersebut kiai dan santri merupakan peristilahan yang umum digunakan dilingkungan pesantren, khususnya pesantren salafi tradisional. Sebutan Kiai terkadang berkonotasi “Ulama” yang memiliki derajat“warasatul anbiyaa” pewaris para nabi. Mereka disebut demikian karena mewarisi di atas rata-rata ummat mereka, yaitu ilmu, ketakwaan, kekuatan iman, akhlak mulia, rasa tidak tahan melihat penderitaan ummat, pengayoman, keberanian dalam menegakkan kebenaran dan keadilan,dan keikhlasan serta keuletan dalam mengajak kepada kebaikan. Kiai ini sebutan yang bersifat budaya dalam masyarakat. Bila disebut kiai maka teringat ulama. Masyarakat memndang kiai mewarisi sifat-sifat keteladanan mulia dan pengayoman yang membangun surau dan pesantren untuk kepentingan masyarakat. Mendarmakan hidupnya untuk Allah melalui khidmah pelayanannya kepada ummat. Posisi kiai dalam masyarakat sangat kharismatik. Ia menjadi tempat bertanya, meminta tolong baik berbentuk material maupun spiritual, dan tokoh panutan, sehingga tidak jarang kiai digunakan sebagai alat propaganda pemerintah ataupun organisasi politik untuk tujuan tertentu yang bersifat politis. Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten 3. Budaya Organisasi Pada Pesantren Salafiyyah Pada pesantren salafi konvensional, memiliki budaya organisasi yang nyaris seragam karena dibangun oleh kiai yang alumni pesantren salafi juga, sehingga mungkin saja keseragaman ini merupakanupaya untuk mempertahankan eksistensi dan originalitas pesantren salafidan sekaligus memelihara kewibawaan kiai di mata santri dan masyarakat sekitar. Budaya organisasi pesantren salafi dapat diartikan sebagai pemaknaan bersama seluruh anggotayang berkaitan dengan nilai, norma, keyakinan, tradisi, dan cara berfikir unik yang dianutnya yang tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakannya dari lembaga pesantren modern. Nilai yang dimaksud didefinisikan sebagaithe guidelines and beliefs that a person uses when confronted with a situation in which a choice must be Pada pesantren salafi, nilai yang dibangun oleh kiai adalah nilai-nilai perilaku yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadist serta literatur- literatur Islam klasik. Nilai-nilai yang diajarkan kiai kepada para santrinya ini telah membangun kepercayaan, komitmen dan loyalitas tinggi terhadap kiai dan pesantren, selain itu juga karena kemampuan pesantren melakukan akomodasi dan konsesi tertentu untuk menemukan pola yang dipandangnya cukup tepat guna menghadapi modernisasi dan perubahan yang kian cepat dan berdampak luas tanpa mengorbankan esensi dan hal dasariah lainnya dalam eksistensi pesantren,7sehingga pesantren salafi tetap eksis ditengah-tengah hingar bingar modernisasi pendidikan Islam dan juga tantangan pendidikan umum yang sangat menjanjikan kesuksesan masa depan anak. Budaya organisasi pesantren salafi dapat dilihat dari suasana psikologis yang meliputi pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah berkembang sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara para anggota pesantren salafi itu dan bagaimana para anggota harus berperilaku. Dengan budaya organisasi yang kuat maka pesantren salafi dapat tetap eksis karena 1 ia mampu membedakan dirinya dengan lembaga pendidikan lainnya, 2 meningkatkan komitmen para anggota pesantren, 3 menciptakan stabilitas sistem sosial, dan 4 membangun mekanisme sistem kontrol untuk mengendalikan dan membentuk sikap dan perilaku santri menjadi “warasatul anbiyaa” pewaris ajaran Nabi. Kemapanan budaya pesantren salafi dari satu sisi penting untuk mempertahankan eksistensi pesantren itu sendiri tetapi pada sisi yang lain menjadikan pesantren ini tidak mampu menyesuaikan dengan perkembangan modernisasi pendidikan. Pesantren salafi dewasa ini berada Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 dalam persimpangan jalan untuk memilih menjadi pesantren modern dengan mengakomodir kurikulum nasional dan menjadi jalur pendidikan formal atau tetap menjadi pesantren salafi yang mengajarkan ilmu agama dengan bentuknya sebagai lembaga pendidikan nonformal. C. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi dan fenomenologis. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Sumber data meliputi informan, peristiwa yang dapat diamati, dan dokumen. Jumlah sumber data data tidak ditentukan sebelumnya melainkan berdasarkan snowball sampling. Subyek penelitian terdiri 1 Kiai, 2 Ustadz, dan 3 santri. Analisis data meliputi 1 pengumpulan data, 2 reduksi data, dan 3 kategorisasi. Validasi data dilakukan dengan cara 1 triangulasi, 2 member check, 3 audit trail, dan 4 pendapat para ahli. Lokasi penelitian di Provinsi Banten yang meliputi 1 Kabupaten Serang “Pesantren Salafi Al-Ikhlas”; 2 Kota Serang “Pesantren Salafi Ma`hadu Thalabah”; 3 Kota Cilegon “Pesantren Salafi Bani Ma`mun”; 4 Kabupaten Pandeglang “Pesantren Salafi Nurul Huda Al-Hasani”; 5 Kabupaten Lebak “Pesantren Salafi Massarotul Muta`alimin”; 6 Kabupaten Tangerang “ Pesantren Salafi Nurul Hidayah” D. Hasil Penelitian Dan Pembahasan. 1. Terbentuknya Budaya Organisasi Nilai, keyakinan, kebiasaan atau tradisi, dan filosofi pada pesantren salafi tidak muncul begitu saja dari kehampaan, tetapi diciptakan dan dikembangkan secara sistematik dan terorganisir. Budaya organisasi yang meliputi nilai, keyakinan, kebiasaan, dan filosofi tersebut dipengaruhi oleh apa yang telah dilakukannya sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang diperoleh melalui usaha keras tersebut. Aktor intelektual dibalik pembentukan budaya organisasi pada pesantren salafi tidak lain adalah pendiri dan pemilik pesantren salafi yaitu kiai. Para pendiri kiai ini biasanya mempunyai dampak besar pada pembentukan budaya awal pesantren tersebut. Mereka yang pertama menanamkan nilai-nilai, keyakinan, kebiasaan, dan filosofi pesantren secara otoriter kepada santrinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbins bahwa para Pendiri organisasi biasanya mempunyai dampak besar pada pembentukan budaya awal organisasi Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa proses penciptaan budaya berupa nilai, keyakinan, kebiasaan dan filosofi ditanamkankan oleh 1 Proses penerimaan santri baru. Kiai memiliki otonomi penuh untuk menseleksi calon santri yang bertujuan untuk belajar ilmu agama secara total tafaqquh fi al-din. Selain niat santri belajar tersebut, juga diliat ketaatan dan keikhlasan calon santri dalam menerima nilai-nilai, keyakinan, kebiasaan, dan filosofi kiai yang tertanam dalam budaya pesantrennya. Tahap ini sangat ketat, oleh karena itu wawancara dilakukan langsung oleh kiai. 2 Proses Sosialisasi. Para santri baru selain langsung dibimbing oleh kiai, mereka dibimbing secara ketat oleh santri seniornya, bukan hanya dalam mempelajari berbagai mata pelajaran agama, tetapi juga mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan nilai, keyakinan, kebiasaan, dan filosofi pesantren. Sistem ini dikenal sebagai proses sosialisasi. Ada tiga tahap dalam proses sosialisasi ini. Pertama, saat orang tua mengantar anaknya datang menghadap kiai untuk menjadi muridnya. Secara tidak langsung budaya pesantren diperkenalkan melalui nasihat, apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang harus dilakukan tentang nilai-nilai kehidupan pesantren. Kedua, melalui pergaulan sesama santri. Santri baru berusaha melakukan penyesuaian nilai-nilai pribadinya dengan nilai-nilai pesantren. Pada tahap ini, harapan-harapan yang dimiliki santri akan berhadapan dengan realitas pesantren. Jika tingkat kesenjangan harapan santri dengan realitas pesantren sangat lebar, besar kemungkinan, santri tersebut keluar atau sebaliknya pesantren tersebut memecatnya. Ketiga, proses asimilasi, dimana santri menerima nilai pesantren dan meleburkannya dalam nilai diri, sehingga ia menjadi santri yang sesungguhnya tafaqquh fi al-din. 3 Kiai sebagai model santri. Dalam pandangan santri, tokoh sentral dan panutan santri, baik dalam cara berpikir dan berperilaku adalah kiai. Ia sebagai model peran yang mendorong santri mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, kebiasaan dan filosofi mereka. Dengan ketiga cara pembentukan budaya tersebut, maka keseluruhan kepribadian pendiri dalam hal ini kiai menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi pesantren salafi.9 Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 Hasil penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa ada tiga nilai utama yang dijadikan pegangan oleh santri yaitu bersumber dari Al- Qur’an, Al-Hadist, dan Ijtihad. Pemahaman terhadap sumber-sumber ajaran Islam tersebut kemudian melahirkan disiplin ilmu fiqih, tauhid, dan tasawuf. Ketiga sumber tersebut sangat mengakar dalam kultur pesantren salafi yang selanjutnya dilihat sebagai suatu bangunan sistem nilai yang dikenal dengan Ahl al-Sunnah waal-Jama‟ Hal inilah yang menelurkan nilai-nilaitawazun keseimbangan dan harmoni masyarakat, al„adalah berkeadilan, tawasuth moderat, dan tasammuh menjaga perbedaan dan pluralisme dengan penuh toleransi. Nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan kepada santri tersebut selaras dengan filosofi pesantren salafi yang tercermin dalam pola kehidupan dalam pondok yang disebut “Kobong”. Sebuah gubug sederhana tempat tinggal santri secara bersama-sama, nilai kekeluargaan, gotong royong, tolong menolong, sikap ikhlas dan tawaqal kepada Allah SWT mewarnai perilaku santri kehidupan pesantren ini memberi nilai keunggulanyang menarik konsumen santri selain juga karena ketenaran popularitas sang kiai di masyarakat. Pola terbentuknya budaya tersebut diawali dengan kepopuleran ilmu kiai yang mendorong masyarakat ingin berguru kepadanya. Keinginan ini memotivasi kiai mendirikan pesantren untuk menampung murid-muridnya. Sejarah pesantrenpun dimulai. Pada perkembangan selanjutnya, maka kiai mengelola pesantren sesuai dengan nilai-nilai pesantren yang pernah dialaminya dulu. Ini merupakan warisan nilai pesantren yang diterus menerus dibudayakan. Dengan demikian, pesantren salafi memiliki budaya yang hampir serupa. Temuan penelitian di atas, menyimpulkan a budaya pesantren salafi terbentuk atas peran kiai sebagai pendiri pesantren. b pembentukan budaya dimulai pada saat penerimaan santri baru, proses sosialisasi, dan percontohan atau ketauladanan kiai. c nilai budaya inti didasarkan pada Al-Qur`an, Al-Hadist, dan Ijtihad, sehingga menghasilkan nilai tawazun, al`adalah, tasawuth, dan tasammuh. 2. Wujud Budaya Organisasi Pesantren Salafi Temuan penelitian mengungkapkan bahwa wujud budaya organisasi pesantren salafi ada empat nilai utama yang dijadikan norma pergaulan, yaitu kekeluargaan, kebersamaan dan suka menolong, kualitas, kejujuran dan tanggung jawab. Keempat wujud budaya organisasi pesantren tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten a. Budaya Kekeluargaan Nilai kekeluargaan dalam kehidupan pesantren salafi sangat kuat. Kiai bertempat tinggal dalam lingkungan yang sama dengan santri. Para santri bertempat tinggal dikobong-kobong yang berisi dua hingga lima orang tanpa dipungut uang sewa kecuali iuran biaya listrik perbulan bagi pondok pesantren yang telah memiliki fasilitas listrik. Demikian pula bila dilihat hubungan kiai dengan santri sangat akrab dan penuh kekeluargaan tanpa melanggar batas-batas kesopanan dan kewibawaan kiai sebagai pemilik pesantren, guru, tokoh masyarakat, dan panutan para santri. Wujud budaya kekeluargaan ini dapat dilihat juga pada sikap kiai terhadap santrinya. Ia tidak segan-segan menolong santri yang kehabisan beras untuk memasak. Demikian pula pada beberapa pesantren salafi yang memiliki lahan sawah, maka santri ikut serta bekerja disawah yang hasilnya untuk memenuhi kebutuhan semua anggota pesantren. Nilai kekeluargaan ini juga dapat dilihat pada saat pembangunan pondok atau kobong dengan melibatkan partisipasi santri dan masyarakat sekitar serta menggunakan bahan-bahan bangunan yang ada disekitar lingkungan pondok misalnya bambu, pohon kelapa, dan sebagainya. Nilai kekeluargaan ini tercermin pada sikap kiai. Ia berfungsi sebagai guru dan juga orang tua asuh santri. Pendidikan di pesantren salafi tidak mengenal batas waktu yang pasti. Setiap santri dinyatakan selesai jika ia dinyatakan telah menguasai seluruh ilmu sang kiai. Dengan demikian, lama belajar santri dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga interaksi santri dengan kiai layaknya hubungan keluarga. Dalam budaya organisasi, nilai kekeluargaan ini menjadi perekat budaya organisasi. dengan nilai kekeluargaan akan terbangun loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap organisasi. para santri taat dan setia terhadap pesantren sehingga meminimalisir kemungkinan santri keluar atau berpindah pesantren sebelum lulus. b. Budaya kebersamaan dan Suka Menolong Budaya kebersamaan dan suka menolong sangat kental di lingkungan pesantren salafi. Kesan tersebut dapat dibuktikan melalui kehidupan di kobong pondok di mana santri hidup bersama, memasak secara bergiliran, dan bahan makanan ditanggung bersama. Kehidupan seperti ini telah membangun nilai-nilai kehidupan santri yang penuh kesederhanaan dan keikhlasan sebagai bagian dari ibadah. Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 Nilai kebersamaan dan suka menolong ini ditanamkan oleh kiai melalui sikap dan perilaku nyata sehari-hari. Ia adalah panutan bagi para santri, maka sikap dan perilakunya akan ditiru oleh para santri. Kiai bertempat tinggal dilingkungan pesantren sebagai perwujudan nilai kebersamaan itu dan juga perwujudan nilai suka menolong, karenanya bukan hanya berperan sebagai guru baginya tetapi juga sebagai pengganti orang tua santri sebagaimana dijelaskan di atas. Nilai kebersamaan dan suka menolong ini menjadi tali pengikat yang kuat diantara para santri. Mereka merasa senasib sepenanggungan, memiliki idiologi ke-Islaman yang fanatik menuju ajaran Islam. Azra menyebutnya “Islam murni” yang bebas dari bid`ah, khurafat, dan Bahkan pada beberapa pesantren salafi terjebak pada isu-isu radikalisme, seruan jihad, implementasi hukum syariah, aksi sweeping, gaya dan corak berpakaian, telah menempatkannya pada golongan Islam Budaya kebersamaan ini juga dilakukan di lingkungan masyarakat sekitar. Kiai dan santri selalu terlibat dalam setiap aktivitas sosial yang diselenggarakan oleh masyarakat. sikap tersebut dapat dipandang sebagai wujud balas jasa atas penerimaan, partisipasi, dan bantuan masyarakat terhadap pesantren, sehingga pesantren dapat tetap eksis dan berkembang maju. c. Budaya Kualitas Budaya kualitas sebagai sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas ini meliputi nilai-nilai, keyakinan dan pemahaman yang berlaku, disepakati, dan diikuti oleh anggota organisasi. Kiai sebagai pemilik pesantren sangat sadar pentingnya kualitas pendidikan bagi para santrinya. Hal ini dapat dilihat dari sikap kiai yang secara langsung mengajarkan ilmu agama kepada para santrinya. Kiai dalam mengajar menggunakan metode “sorogan”, yaitu metode pembelajaran dimana kiai mendengarkan dan santri membaca kitab, jika terdapat kekeliruan, kiai akan langsung memperbaikinya. Metode ini sangat efektif karena pembelajaran ini bersifat individual sehingga kualitas pendidikan dapat dikontrol langsung oleh kiai. Selain metode di atas, juga digunakan metode “Bandungan” dimana kiai yang membaca, menterjemahkan, dan menerangkan kitab kemudian santri mencatat atau memberi keterangan pada kitab yang sama yang dibaca oleh kiai. Metode lain adalah Muhafadzah menghapal sebagai model Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten pembelajaran inti. Setiap santri wajib menghapal kitab-kitab yang terbagi dalam tiga pokok utama. 1 Ilmu Nahu; 2 Ilmu Shorof, dan 3 Ilmu Fiqih. Tingkat kualitas pembelajaran ditekankan pada hapalan. Selanjutnya metode Mudzakarah atau disebut juga bahtsul masaa`il. Metode ini mirip dengan metode diskusi membahas mengenai masalah ibadah, aqidah, dan masalah keagamaan pada umumnya. Kualitas santri merupakan tolok ukur keberhasilan pesantren salafiah karena setelah menyelesaikan pendidikan di satu pondok, maka ia akan berpindah ke pesantren salafiah yang lain untuk melanjutkan mempelajari kitab-kitab lainnya yang belum dipelajarinya. Demikian seterusnya hingga santri merasa telah cukup menguasai seluruh kitab- kitab yang diperlukan. Perlu diketahui bahwa antara satu kitab dengan kitab yang lainnya saling berhubungan dan melengkapi, inilah yang menyebabkan santri berpindah-pindah pesantren, karena setiap pesantren salafi kiai memiliki kekhususan kitab yang dikuasainya. Dengan proses pendidikan sebagaimana digambar di atas, dapat dipastikan kualitas santri sangat tinggi. Demikian pula pandangan masyarakat terhadap kualitas santri sangat tinggi. Mereka dipandang sebagai kelompok masyarakat terpelajar dalam ilmu agama, sholihta`at beribadah, serta terpercaya perilakunya terpelihara. Ekspektasi masyarakat terhadap pesantren bertambah kuat ketika lulusan santri banyak yang menjadi ustadz, ulama, ataupun kiai terkenal. Budaya kualitas sebagaimana digambarkan di atas itulah yang selama ini dipertahankan oleh pesantren salafi secara turun temurun di keluarga kiai maupun diadopsi oleh pesantren salafi lainnya. d. Budaya kejujuran dan tanggung jawab Kejujuran dan tanggung jawab ini sangat ditekankan oleh kiai karena ini berkaitan dengan pengembangan watak Islami. Dengan kejujuran dan tanggung jawab yang kuat diharapkan para santri setelah lulus akan menjadi pribadi muslim/muslimah sejati sebagaimana tujuan dari pesantren salafi itu sendiri yaitu tafaqquh fi al-din yaitu mempersiapkan calon-calon ulama13 Integritas mengacu kepada adanya kejujuran dan upaya menjelaskan keadaan sebenarnya kepada orang lain. Integritas merupakan dimensi utama dalam kepercayaan, karena integritas adalah karakter moral dan kejujuran dasar, tanpa keduanya maka dimensi kepercayaan tidak bermakna. Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 Berdasarkan penjelasan di atas, pesantren salafi sangat memperhatikan dan menekankan kepada nilai kejujuran dan moral sebagai bagian dari nilai yang berlaku dalam organisasi, sebab nilai kejujuran dan tanggung jawab merupakan dasar menumbuhkan kepercayaan ummat. Tanggung jawab santri adalah belajar dengan sungguh-sungguh untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh kiai. Tanggung jawab menuntut ilmu agama ini sesuai dengan tujuan di dirikannya pesantren adalah mengajarkan ilmu agama, menyebarluaskan ajaran dan mencetak calon ulama. Tujuan itu tidak akan terwujud tanpa kejujuran dan tanggung jawab sebagai aspek moralitas dasar santri. Sikap ketaatan santri terhadap kiai dipercaya sebagai bagian dari mengharapkan keberkahan dari ilmu kiai sehingga akan membawa kebaikan di dunia dan di akhirat. Sikap ini mendorong santri untuk jujur dan bertanggung jawab terhadap setiap apapun yang diperintahkan kiai kepada santri. Mereka khawatir bahwa sikap tidak jujur dan tidak bertanggung jawab akan membawa keburukan dalam hidupnya kelak. Nilai kejujuran dan bertanggung jawab menjadi nilai moral yang melekat pada setiap santri, sehingga masyarakat sekitar sangat menghormati sikap dan perilaku santri ini dan menempatkan mereka pada status sosial yang tinggi. 3. Perekat Budaya Organisasi Pesantren Temuan penelitian menujukkan bahwa perekat budaya organisasi pesantren salafi yaitu kepatuhan kepada kiai, keakraban, kejujuran dan tanggung jawab. Kepatuhan kepada kiai dilandasi oleh keyakinan santri bahwa sikap patuh itu bagian dari ibadah sedangkan sikap melawan atau menolak pikiran, perintah, dan nasihat kiai merupakan tindakan tidak terpuji pamali. Kepatuhan terhadap kiai juga merupakan bagian dari sikap ikhlas para santri dalam menuntut ilmu agama secara total. Ini adalah nilai-nilai luhur yang secara turun temurun diajarkan oleh kiai kepada murid-muridnya santri yang pada saatnya kelak mereka membuat pesantren dan mereka ini juga akan mengajarkan sikap tersebut kepada santrinya. Demikianlah nilai-nilai budaya pesantren salafi diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Kepatuhan terhadap kiai telah meletakkan kepercayaan- kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan sesuatu, tanpa perlu dipertanyakan lagi atau diperdebatkan. Sikap ini mungkin saja tidak Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten mendorong kemajuan, tetapi sikap patuh ini telah memelihara pesantren salafi untuk tetap eksis ditengah-tengah gelombang modernisasi pesantren. Keakraban atau keintiman antara kiai dengan santri, santri dengan ustadz, dan santri dengan santri dibangun melalui hubungan interpersonal. Ketika santri pertama kali datang, maka orang tua santri mengantarkan dan menitipkan anaknya kepada kiai untuk didik sebagai calon ulama. Kiai menerimanya bukan semata-mata hanya sebagai anak didik saja tetapi menempatkannya seperti anak kandung. Sikap inilah yang kemudian mengkristal menjadi kepatuhan kepada orang tua. Keintiman antar santri dengan ustadz atau santri senior juga demikian kuat melekat, sehingga sikap ta’atpatuh secara total diperlihatkan dalam hubungan interpersonal di pesantren salafiah. Hampir tidak ditemukan perbedaan paham dan pemikiran diantara mereka karena mereka meyakini kebenaran yang diajarkan oleh kiai kiai sentris.Sikap inilah yang memunculkan pandangan barat bahwa pesantren sebagai tempat pertumbuhanradikalisme dan militansi Kejujuran dan tanggung jawab merupakan nilai dasar bagi seorang muslim. Oleh karenanya kiai sangat menekankan pentingnya menanamkan sikap jujur dan bertanggung jawab ini dalam kehidupan di pesantren salafi. Sikap jujur dan bertanggung jawab ditanamkan melalui kehidupan bersama di pondok. Melakukan pekerjaan bertani/bercocok tanam, memasak, membersihkan lingkungan, membangun kobong, belajar, beribadah, dan sebagainya dilakukan secara bersama-sama, saling tolong menolong, mandiri, dan penuh tanggung jawab. Kehidupan sederhana dan bersahaja zuhudmerupakan ciri khas pesantren salafi. Mereka di didik untuk hidup dalam kesusahan dan keterbatasan dengan tujuan agar mereka siap menghadapi berbagai persoalan hidup di masyarakat kelak. 4. Kendala Budaya Organisasi Temuan penelitian menunjukkan bahwa kendala budaya organisasi pesantren salafi dapat diidentifikasi pada dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internalmelekat pada diri kiai sebagai pendiri, pemilik, dan sekaligus juga pengelola. Popularitas Kiai mendorongnya mendirikan pesantren dengan tujuan mencetak calon-calon ulama. Kiai adalah pewaris perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan dan mengembangkan agama Islam berkewajiban mewariskan ilmunya tersebut kepada generasi selanjutnya. Sebagai pemilik pesantren tentu saja kiai adalah investor tunggal yang membiayai berdirinya pondok pesantren tersebut. Ia menyediakan tanah, sarana dan prasarana pesantren. Sebagaimana pesantren salafi pada umumnya, santri tidak dipungut bayaran Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 tertentu untuk tinggal dan memperoleh pendidikan, oleh karenanyapesantren salafi harus mampu menghidupi kegiatan pendidikannya sendiri. Upaya pesantren salafi mengumpulkan dana bagi penyelenggaraan pendidikannya adalah melalui kegiatan para santri bertani di tanah milik pesantren dan hasilnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari, untuk membangun dan memperbaiki kobong, serta kebutuhan bersama lainnya. Dengan demikian, pesantren salafi sebenarnya telah menerapkan lembaga pendidikan yang berbasis kewirausahaan. Eksistensi pesantren salafi tidak hanya dipengaruhi oleh popularitas keilmuan kiai di masyarakat tetapi juga karena pesantren ini hidup ditengah-tengah masyarakat dan merupakan milik masyarakat. Kenyataan ini bisa dilihat pada keikutsertaan masyarakat dalam memelihara eksistensi pesantren melalui pemberian wakaf, sedekah, Hibah. Dan sebaliknya, pesantren umumnya “membalas jasa” komunitas lingkungannya dengan bermacam cara; tidak hanya dalam bentuk memberikan pelayanan pendidikan dan keagamaan, tetapi juga bimbingan sosial, kultural, dan ekonomi bagi masyarakat Dengan demikian, pesantren salafi mampu bertahan dari kepunahan. Faktor eksternal yang menjadi kendala pengembangan pesantren salafi adalah pandangan media barat yang menggambarkan pesantren salafi sebagai tempat pertumbuhan radikalisme dan militansi Budaya pesantren yang kuat ikut menjadi kendala perkembangan pesantren itu sendiri. Keengganan kiai untuk memasukkan kurikulum umum dalam pembelajaran di pesantren telah menghilangkan kesempatan memperoleh pembinaan dan bantuan material dari Pemerintah. Keengganan ini didasarkan atas nilai-nilai sakral yang dijunjung oleh pesantren salafi bahwa lembaga ini mengkhususkan diri pada pembelajaran kitab-kitab klasik serta ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya. Nilai budaya ini menghambat proses akulturasi pada pesantren salafi. Jadi konsistensi ini penting untuk mempertahankan budaya tetapi merugikan bagi perkembangan organisasi, karena hanya organisasi yang dinamis saja yang setiap saat dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan lingkungan yang Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten E. Kesimpulan Budaya organisasi pesantren salafi adalah pemaknaan bersama mengenai nilai, kepercayaan, kebiasaan, dan cara berpikir unik dari anggotanya yang tampak pada perilaku mereka sehingga membedakannya dari organisasi pesantren modern. Budaya organisasi pesantren salafi dibangun oleh kiai sebagai pendiri, pemiliki, dan sekaligus juga pengelola pesantren. Kiai dipandang sebagai pewaris Nabi Muhammad SWT dalam melanjutkan dan mengembangkan ajaran agama Islam, oleh karena itu para santri menempatkan kiai sebagai pusat pembelajaran kiai sentris dan juga panutan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku sehari-hari. Nilai-nilai kehidupan pesantrensalafi ditanamkan pada saat kiai menerima santri baru, disosialisasikan oleh santri senior, dan juga dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari oleh kiai, ustadz, dan santri senior. Nilai-nilai budaya kekeluargaan, kebersamaan dan suka menolong, budaya kualitas, serta kejujuran dan tanggung jawab merupakan wujud budaya organisasi pesantren salafi. Nilai-nilai tersebut terbangun dan tetap lestari karena sikap tawadzu yaitu kepatuhan total para santri kepada kiai sebagai figure sentral dan panutan hidup santri. Keakraban dan kejujuran serta tanggung jawab santri menjadi perekat budaya organisasi pesantren salafi. Dengan demikian, eksistensi pesantren salafi dapat tetap terjaga serta tidak tergerus oleh kemajuan dan modernisasi. Selain itu, pesantren salafi dapat tetap eksis karena figure kiai yang populer menjadi tokoh panutan masyarakat dalam belajar agama Islam, partisipasi masyarakat sebagai pengguna sekaligus ikut serta memiliki pesantren itu melalui hibah tanah, wakaf, infaq, shodaqoh, dan gotong royong. Kepercayaan masyarakat terhadap kiai tidak sebatas keluasan ilmu agama, terkadang juga kepercayaan terhadap kemampuan kiai dalam memberikan bantuan spiritualdo`a untuk menyembuhkan penyakit rohani dan jasmani serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat lainnya. Semua itu menjadi perekat budaya organisasi pesantren salafi. Walaupun demikian, pesantren salafi menghadapi tantangan dan ancaman yang sangat kuat, baik dari internal maupun eksternal pesantren. Banyak pesantren kehilangan popularitas hingga bubar ketika kiai sebagai sentral pembelajaran meninggal dunia. Nilai-nilai yang dibangun oleh kiai tidak mampu dipertahankan oleh pewaris pesantren tersebut karena ketokohan kiai melekat dalam diri kiai. Demikian pula faktor eksternal ikut serta menjadi kendala eksistensi pesantren. Stigma yang disematkan pada pesantren salafi sebagai tempat pengkaderan Islam militan dan radikal, telah mendorong Pemerintah ikut serta mengatur dengan membuat regulasi-regulasi, misalnya mengharuskan pesantren memilik nomor register pesantren. Ini sebagai salah satu upaya untuk mengontrol dan sekaligus membina pesantren salafi agar pendidikan yang Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 dilaksanakan menuju pendidikan yang komprehensif, dalam arti mengajarkan ilmu agama dan umum. Dengan berbagai tantangan dan hambatan tersebut, realitas memperlihatkan ketangguhan pesantren salafi untuk tetap eksis dan berkembang di masyarakat. Ketangguhan ini didukung oleh nilai-nilai luhur yang dijunjung pesantren salafi, yaitu nilai kekeluargaan, kebersamaan dan suka menolong, budaya kualitas, serta kejujuran dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai yang hidup di masyarakat setempat. Dengan demikian, tidak terjadi konflik nilai antara pesantren salafi dengan masyarakat. Dan yang terjadi adalah saling memperkuat dan melindungi. Budaya pesantren salafi sebagaimana digambarkan di atas, dapat menjadi stategi dalam membina dan mengembangkan pesantren salafi menuju pesantren modern tanpa menghilangkan kurikulum inti, metode, peran sentralistik kiai yang menjadi ciri khas pesantren salafi. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini bila dikuasai dan diamalkan dengan baik oleh generasi muda Islam akan menjadikan dirinya sebagai pemimpin agama dan sekaligus negara, sehingga dapat mewujudkan“Baldatun toyyibatun warobbun goffuur”. Catatan akhir 1Kolb A. David, Organizational Behavior An Experiental Approach, Prentice-Hall International, Inc., 1991 p. 330 2Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, 2nd ed. San Francisco Jossey-Bass,1997, p. 9 3Colquitt A. Jason, Lepine A. Jeffery, and Wesson J. Michael., Organizational Behavior Improving Performance and Commitmen in the Workplace, New York McGraw-Hill/Irwin, 2011, p 557. 4Sutrisno Edy, Budaya Organisasi. Jakarta Prenadamedia Group, 2013, 5Ivancevich M. John, Konopaske Robert, and Matteson T. Michael., Organizational Behavior and Management, New York MicGraw- Hill/Irwin, 2008, p. 569 6Colquitt pp. 558-561 7 Luthans, Fred., Perilaku Organisasi, edisi 10 terjemahan, Yogyakarta ANDI, 2006, 8Robbins, Organizational Behavior Concepts, Controversies, and Aplications., 9rd edition. New Jersey Prentice-Hall, 2001, p. 729 Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten 9Schein, H. Edgar., Organizational Culture and Leadership, San Fransisco Jossey Bas, 1985, p. 9 10Robbins, p. 730 11Ibid., 12Ibid., p. 733 13Ibid., p. 725 14 Luthans, p. 124 15 Robbins., p. 727 16 Ibid., p. 17Colquitt, pp. 558-561 18 Luthans, p. 125 19Dhofier, Zamaksari, Tradisi Pesantren, Jakarta LP3ES, 1983, 20 Bisri, A. Mustofa., Ulama, Kiai, Mubaligh, Accessed 15/05/2016 1026 21 Ivancevich, p. 569 22Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III, Jakarta Kencana-Prenadamedia Group, 2014, p. 130 23 Robbins, p. 729 23 Azra, p. 129 24 Dhofier., p. 136. 25 Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta Paramadina, 1997, pp. 7-11 26 Ivancevich, konopaske, Matteson. p. 569. 27Azra, Azyumardi, p. 130 28 Robbins, p. 729 29Robbins, Ibid., p. 729 30Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta Quantum Teaching, 2005. P. 92 31 Azra, p. 130 32 Azra, p. 727 33Ghufron, Zaki,“Pesantren; Akar Tradisi Dan Modernisasi”, Jurnal Al-Qalam, Vol. 31, No. 1, Januari-Juni 2014, p. 140. 34Azra, p. 131 35Ghufron, Zaki., 139. 36Azra, p. 127 37Ghufron, p. 139 Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III, Jakarta Kencana-Prenadamedia Group, 2014. Bisri. A. Mustofa., Ulama, Kiai, Mubaligh, Artis., 15/05/2016 1026 Colquitt A. Jason, Lepine A. Jeffery, and Wesson J. Michael., Organizational Behavior Improving Performance and Commitmen in the Workplace, New York McGraw-Hill/Irwin, 2011. Dhofier, Zamaksari, Tradisi Pesantren,Jakarta LP3ES, 1983. Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, 2nd ed., San Francisco Jossey-Bass,1997. Evers, & Lakomski, G., Knowing Educational Administration Contemporary Methodological Contoversies in Educational Administration Research. Oxford Pergamon Press, 1992. Ghufron, Zaki,“Pesantren; Akar Tradisi Dan Modernisasi”, Jurnal Al- Qalam, Vol. 31, No. 1, Januari-Juni 2014. Hatch, Organizational Theory. Modern Symbolic and Postmodern York Oxford University Press, 1997. Ivancevich M. John, Konopaske Robert, and Matteson T. Michael., Organizational Behavior and York MicGraw- Hill/Irwin, 2008. Luthans, Fred, Perilaku Organisasi, Edisi 10, terjemahan Shekar Purwanti. Yogyakarta ANDI, 2006. Kolb A. David, Organizational Behavior An Experiental Approach. Prentice- Hall International, Inc., 1991. Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta Paramadina, 1997. Budaya Pesantren Salafi Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten Robbins, Organizational Behavior Concepts, Controversies, and Aplications., 9rd edition. New Jersey Prentice-Hall, 2001. Schein H. Edgar., Organizational Culture and Leadership., San Fransisco Jossey-Bas, 1985 Sutrisno Edy, Budaya Organisasi. Jakarta Prenadamedia Group, 2013. Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Quantum Teaching, 2005. Vol. 35, No. 1 Januari-Juni 2018 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Behavior An Experiental ApproachA KolbDavidKolb A. David, Organizational Behavior An Experiental Approach. Prentice-Hall International, Inc., Behavior Improving Performance and Commitmen in the WorkplaceA ColquittJasonA LepineJefferyJ WessonMichaelColquitt A. Jason, Lepine A. Jeffery, and Wesson J. Michael., Organizational Behavior Improving Performance and Commitmen in the Workplace, New York McGraw-Hill/Irwin, IvancevichKonopaske JohnRobertT MattesonMichaelIvancevich M. John, Konopaske Robert, and Matteson T. Michael., Organizational Behavior and Management, New York MicGraw-Hill/Irwin, 2008, p. 569H ScheinEdgarSchein H. Edgar., Organizational Culture and Leadership., San Fransisco Jossey-Bas, 1985Nurcholis MadjidBilik-Bilik PesantrenMadjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta Paramadina, Robbins, p. 729 29 Robbins, IbidAzyumardi AzraAzra, Azyumardi, p. 130 28 Robbins, p. 729 29 Robbins, Ibid., p. 729Knowing Educational Administration Contemporary Methodological Contoversies in Educational Administration ResearchC W EversG LakomskiEvers, & Lakomski, G., Knowing Educational Administration Contemporary Methodological Contoversies in Educational Administration Research. Oxford Pergamon Press, TradisiDan ModernisasiAkar Tradisi Dan Modernisasi", Jurnal Al-Qalam, Vol. 31, No. 1, Januari-Juni 2014.
pesantren salafi di banten
Dalamvideo di atas, sahabat Kompas TV dapat melihat lokasi Pondok Pesantren Salafi Darul Zawahir di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Saksi mengatakan, korban yang bernama Arif Hidayat
Serang Antara News - Pondok pesantren salafi di Provinsi Banten kini banyak yang telah terintegrasi dengan kurikulum pendidikan umum untuk mewujudkan lulusannya sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Iptek."Kami berharap kehadiran Ponpes salafi di Banten akan mencetak sumber daya manusia yang mampu memberikan sumbangan cukup besar terhadap pembangunan bangsa dan negara," kata Kepala Seksi Pondok Pesantren Kementerian Agama Provinsi Banten, Abdur Roup di Serang, mencapai manusia yang beriman dan bertaqwa, Ponpes salafi menerima kurikulum keagamaan, seperti kajian kitab kuning, fiqh, tafsir, hadist, tata bahasa Arab, nahu, sorof dan pengajian itu juga para santri juga menerima kurikulum pendidikan umum, diantaranya Bahasa Indonesia, Matematika, Biologi, Bahasa Inggris, IPS, IPA dan Ekonomi. Menurut dia, saat ini jumlah ponpes salafi di Provinsi Banten tercatat tersebar di delapan kabupaten dan kota madya dan mereka dikelola oleh ponpes itu antara lain Kabupaten Serang, 661, Kabupaten Tangerang 580, Pandeglang dan Kabupaten Lebak Tangerang sebanyak 85, Kota Cilegon 34, Kota Serang 118 dan Kota Tangsel empat. "Semua ponpes salafi itu dikelola oleh masyarakat," katanya.
PengasuhPondok Pesantren Modern Al-Bayan, Lebak, Banten. BELAKANGAN muncul berbagai pertanyaan (khususnya dari generasi milenial) yang menyoal perbedaan antara pesantren tradisional dan modern. Kita seringkali menyebut istilah tradisional dengan 'salafi' sementara yang modern disebut 'khalafi'. Di wilayah Jakarta dan Banten Utara, pesantren
Penampakan gedung-gedung Ponpes Daar el-Qolam dari udara. Asrama, sekolah, dan sarana/prasarana lainnya. KABUPATEN TANGERANG SBN — Selain terkenal akan jawaranya, Banten juha terkenal dengan banyaknya pondok pesantren Ponpes salafi dan modern, yang tersebar di berbagai daerah, di delapan kabupaten kota. Tidak heran bila selain berjukuk “Tanah Jawara”, Banten juga memilik julukan “Bumi Seribu Kiai Sejuta Santri”. Banten juga memiliki pesantren besar, yang masuk dalam katagori 10 pesantren terbesar di Indonesia. Dia adalah Ponpes Modern Daar El-Qolam. Lokasinya berada di Desa Gintung, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang. Pesantren ini merupakan pesantren terbesar Banten, dan termasuk salah satu yang terbesar di Indonesia. Pesantren ini didirikan pada tanggal 20 Januari 1968. Lembaga pendidikan Islam ini adalah model integrasi antara sistem pendidikan pondok dengan sistem pendidikan madrasah dan sekolah. Pesantren ini adalah gagasan Haji Qasad Mansyur yang direalisasikan oleh Drs. Ahmad Rifai Arief 1942-1997. Setelah Ahmad Rifa’i Arief meninggal dunia pada tanggal 15 Juni 1997, tampuk kepemimpinan pesantren dialihkan kepada adik laki-laki pertamanya, Drs. KH. Ahmad Syahiduddin dan putra pertamanya, Adrian Mafatihullah Karim. Pesantren Daar el-Qolam mulai melakukan ekspansi yang signifikan di bawah kepemimpinan Ahmad Syahiduddin. Dari sekitar 15 hektar saat ditinggalkan oleh pendiri, Daar el-Qolam kini meluas hingga mencapai 29 hektar. Pesantren Daar el-Qolam mendirikan Program Excellent Class, mulai pada tahun ajaran 2007/2008. Program Excellent Class akhirnya diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, H. Maftuh Basyuni pada tanggal 21 Januari 2008, bersamaan dengan peringatan hari jadi milad Pesantren Daar el-Qolam yang ke-40 5 windu. Pembangunan Daar el-Qolam juga tidak selesai sampai situ saja. Kini, Kiyai Ahmad Syahiduddin juga sudah mengembangkan pesantren cabang Daar el-Qolam yang ketiga, yang dikhususkan untuk menangani santri tingkat Sekolah Menengah Pertama SMP, di Desa Pangkat, Jayanti, Tangerang, yang sudah selesai dalam pembangunan asrama dan gedung kelas. Dikutip dari wikipedia, Pondok Pesantren Daar el-Qolam merupakan pondok pesantren terbesar sedaerah Banten, dengan jumlah kurang lebih 5000 jiwa. Dengan fasilitas gedung yang serba modern nan lengkap, megah, dan tertata rapih. Bahkan, kini Daar El-Qolam memiliki Jembatan Penyeberangan Orang JPO yang menghubungkan antara gedung sekolah H. M. Natsir, dan gedung sekolah Bani Sholihin. JPO ini dikhususkan untuk santriwati agar tertib dalam melintas menuju gedung H. M. Natsir. Tidak heran bila banyak yang menyebutnya sebagai kota di tengah desa. Pada 20 Januari 2018, Pondok Pesantren Daar el-Qolam mengadakan Milad yang ke-50 tahun setengah abad yang begitu meriah. Rangkaian milad tersebut dihadiri tokoh-tokoh nasional seperti Ketua MPR RI saat itu, yakni Zulkifli Hasan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudoyono, dan Musisi Rhoma Irama. hrs Related postsDinkes Kabupaten Tangerang Fasilitasi Usaha Mikro Obat Tradisional agar Memiliki Izin Edar ProdukLaunching Aksi Goceng, Arief Jangan Ada Lagi Anak Stunting di Kota TangerangSekda Pimpin Rapat Persiapan MTQ Ke-20 Tingkat Provinsi Banten Sebagaimuara dari pesantren modern yang ada di Indonesia, Gontor menerapkan konsep pendidikan perpaduan model pesantren klasik/salaf dengan kurikulum modern. Kurikulum modern ditampilkan melalui integralnya pendidikan agama dan pendidikan umum, antara tarbiyah dan ta'lim; sehingga menghasilkan ciri modern yaitu berpikir integral, berpikiran
- Pondok pesantren modern atau lembaga pendidikan modern berasrama berbasis Islam Islamic Boarding School, dewasa ini menjadi salah satu satu alternatif pendidikan yang banyak dipilih oleh berbagai kalangan masyarakat, tentunya bagi mereka yang muslim/muslimah atau beragama Islam. Hal ini terbukti, dengan semakin banyaknya jumlah pesantren dan jumlah santri yang ada di Indonesia. Di Provinsi Banten, terdapat banyak pesantren modern, yang tersebar di berbagai daerah, dati delapan kabupaten kota. Tidak heran bila selain berjukuk "Tanah Jawara", Banten juga memilik julukan "Bumi Seribu Kiai Sejuta Santri". Di Banten, banyak sekali didapati pondok-pondok pesantren, baik yang berbasis salafi, maupun modern. Pimpinan Ponpes Tahfizh Daarul Qur'an Ketapang, Al-Ustadz KH. Yusuf Mansur berbicara dihadapan santrinya di masjid pesantren. Instagram pesantrendaqu Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran Ketapang adalah sebuah pondok pesantren modern yang terletak di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Ponpes ini berada di bawah naungan yayasan PPPA Daarul Qur'an, yang merupakan lembaga pengelola sedekah yang berkhidmat pada pembangunan masyarakat berbasis tahfizhul Qur'an, yang dikelola secara profesional dan akuntabel. Bermula pada 2003, saat Ustadz Yusuf Mansur berkhidmat untuk menciptakan kader-kader penghafal AlQur'an di Indonesia, dengan Program Pembibitan Penghafal Al-Qur'an PPPA Daarul Qur'an. Dimulai dengan mengasuh beberapa santri tahfizh, kemudian berkembang hingga ribuan santri yang tersebar di seluruh Indonesia. Santri Daarul Quran Ketapang bercengkrama bersama Pendiri Ponpes Daarul Quran Ketapang Ustadz KH. Yusuf Mansur. Instagram pesantrendaqu Dari sudut sempit Musholla Bulak Santri yang bersebelahan dengan makam desa, di tempat inilah berawal aktivitas PPPA Daarul Qur'an mengusung visi dan cita-cita besar. Sedari awal, PPPA Daarul Qur'an berkonsentrasi dalam upaya membangun kesadaran masyarakat untuk kembali pada Al-Qur'an, dengan menggulirkan program-program yang bertujuan untuk membibit dan mencetak penghafal Qur'an. Makin hari, gerakan dan kesadaran masayrakat untuk melahirkan para penghafal Al-Our'an terus meluas. Maka diperlukan payung kelembagaan yang kuat dan profesional. Pada 29 maret 2007 di Balai Sarbini Jakarta, identitas PPPA Daarul Qur'an resmi diperkenalkan ke publik. Dikukuhkan melalui akte notaris tertanggal 11 Mei 2007. Para santri Ponpes Daarul Quran Ketapang saat upacara pengibaran bendera. Instagram pesantrendaqu PPPA Daarul Qur'an membangun gerakan Rumah Tahfizh di dalam dan luar negeri. Dalam program dakwah dan sosial, PPPA juga terlibat dalam pembangunan kemandirian dan pengembangan masyarakat berbasis tahfizhul Qur'an. Mulai bantuan beasiswa, kemanusiaan, kesehatan, dan pengembangan masyarakat. Dengan program kreatif, membumi, dan tepat sasar PPPA terus dipercaya masyarakat sebagai mitra pengelola sedekah dalam pembangunan bangsa berbasis tahfizhul Qur'an. Sebagai sebuah yayasan, Daarul Our'an terpilih sebagai Yayasan Pendidikan Al-Quran Terbaik di Dunia Islam oleh Lembaga Tahfizh Internasional al-Haiah AlAlamiyyah li Tahfizhil Guran pada 29 Juni 2015, setelah menyisihkan 65 negara sebagai kandidat lainnya. Baca Juga Datang Awal di PON XX Papua, Wagub Andika Berikan Motivasi Kontingen Banten 2. Pondok Pesantren Nur El Falah Potret salah satu pondok pesantren terbesar di Banten Dok. Ponpes Nur El Falah Pondok Pesantren Nur El Falah didirikan pada tahun 1943 oleh Almarhum Kabier salah satu tokoh pendidikan Banten murid dari Hadrotusyaikh Asyari Pendiri Nahdlatul Ulama. Ponpes ini beralamat di Kampung Kubang, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang Banten. Pondok Pesantren Nur El Falah saat ini konsisten mencetak kader ulama yang intelek sesuai visi misi dari didirikannya pesantren ini. Pesantren Nur El Falah mengkolaborasikan sistem pendidikan pesantren modern dan tradisional salafiyah dengan memanfaatan teknologi digital serta membina para santri untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, memiliki keterampilan dan berjiwa entrepreneur. Pondok Pesantren Nur El Falah memiliki lembaga formal seperti MI, SMP, MTs SMA, SMK, MA dan Sekolah Tinggi KH. Abdul Kabier.
PondokPesantren Al-Khairiyah - Cilegon - Banten. Pondok Pesantren Al-Khairiyah didirikan oleh Syam'un bin Alwiyah (Brigjen TNI) pada tahun 1916 di Kampung Citangkil, Desa Warnasari, Kecamatan Pulomerak, Kabupaten Serang, Jawa Barat. Awal keberadaannya, termotivasi dari keinginan masyarakat sekitar untuk bisa mengaji dan ingin mengetahui
PONPES SALAFI MADARIJUL ULUM merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di Kota Serang. Adapun belajar mengajar di ponpes ini menggunakan kurikulum yang berlaku di tambah dengan ilmu agama. Ada juga kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler sekolah untuk santri seperti karate, basket, futsal, grup belajar dan SALAFI MADARIJUL ULUM memiliki staf pengajar uztad/uztazah serta guru yang kompeten pada bidang pelajarannya masing-masing sehingga berkualitas dan menjadi salah satu pesantren terbaik di Kota Serang. Tersedia juga berbagai fasilitas seperti ruang kelas yang nyaman, asrama yang nyaman, laboratorium praktikum, perpustakaan, lapangan olahraga, kantin, masjid dan kunjungi ponpes terdekat ini untuk info pendaftaran, biaya pendaftaran, info biaya SPP, info kurikulum, info pesantren di Kota Serang, nomor NPSN dan lainnya. Anda juga bisa menghubungi kontak atau mengakses website sekolah jika tersedia. Belum ada gambar galeri. Dimana alamat Ponpes Salafi Madarijul Ulum Serang? Ponpes Salafi Madarijul Ulum Serang beralamat di V5XH+QJC, Terondol, Serang, Serang City, Banten 42119, Indonesia. Berapa kode pos Ponpes Salafi Madarijul Ulum Serang? Kode pos dari Ponpes Salafi Madarijul Ulum Serang adalah 42119
BudayaPesantren Salafi (Studi KetahananPesantren Salafi Di Provinsi Banten) M. Syadeli Hanafi. Al Qalam2, 33(1), 1-23. Herman. (2013). Sejarah Pesantren Di Indonesia. Jurnal Al-Ta'dib, 6(2), 145-158. Iryana, W. (2015). Tantangan Pesantren Salaf di Era Modern. Al-Murabbi, 2(1), 64-87. Khoeriyah, M. (2019). Heutagogy in the Course of
Abstrak Salafi pesantren is a conventional Islamic educational institution which rooted deeply at Muslim society in Indonesia, especially in Banten Province. Its ability to keep existing and competing with modern pesantren is extraordinary, even though challenges and obstacles coming from competition with both modern pesantren and public schools are very hard, not to mention a stigma given to it directly or indirectly as a place to train radical and militan Islam, has trully destroyed salafi pesantren‟s popularity in society. This research intended to disclose the essential values of salafi pesantren‟s organizational culture along with its influence on its own existence in the society. Research result found out that organizational culture such as value, conviction, custom, and life philosophy is built and maintained by kiai Islamic scholar, usually also a head of pesantren as a central figure. Manifestation of pesantren‟s culture includes cultural kinship, solidarity and helpfulness, quality, honesty, and responsibility. These cultures remain sustainable due to the existence of cultural adhesive which are obedience, familiarity, honesty, and santri‟s students of pesantren or madrasah responsibility towards kiai that interpreted as an act of tawaddu‟ humility, observance, and sincerity. Pondokpesantren salafi yang dikelola secara tradisional dan berkembang di masyarakat dapat berperan menangkal radikalisme. Pondok pesantren salafi yang dikelola secara tradisional dan berkembang di masyarakat dapat berperan menangkal radikalisme. Selasa, 26 April 2022; Cari. Network. Tribunnews.com; Danatersebut diperuntukan pembangunan 20 pondok pesantren (ponpes) salafi tersebar di 29 kecamatan. Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah menuturkan, bahwa salah satu program keagamaan yakni bantuan untuk ponpes salafi lebih kepada bentuk fisik yang sudah berjalan sejak tahun 2017 lalu. Meski menganggarkan tidak banyak, namun setiap tahunnya

Penelusuran bulan Ramadhan ini ada sekitar 12 Pondok pesantren model seperti ini yang dikenal luas masyarakat Banten, yaitu: 1. Pondok pesantren Al-Jauharatunnaqiyyah Cibeber Cilegon Banten. 2. Pondok pesantren Al-Khaeriyyah Citangkil Cilegon Banten. 3. Pondok Pesantren AT- Thohiriyah Kaloran Kota Serang Banten. 4.

LaporanWartawan TribunBanten.com, Nurandi. TRIBUNBANTEN.COM, LEBAK - Arif Hidayat, warga Kampung Ciangsana, Desa Cisimeut Raya, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, tewas tertimbun longsor, Sabtu (11/12/2021).. Arif meninggal dunia tertimbun longsor yang menimpa Pondok Pesantren Salafi Darul Zawahir di Kampung Cipeundeui, Desa Rangkasbitung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
4 Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan. 2. Pondok Pesantren Salafi. Pesanten Salafi adalah bentuk asli dari lembaga pesantren. Sejak pertama kali didirikan oleh Wali Songo, format pendidikan pesantren adalah bersistem salaf. Kata salaf berasal dari bahasa Arab السلف.
PONDOKPESANTREN SALAFI MODERN BIL-BAROKAH NURILLAHI SABILILLAH atau singkatnya lebih dikenal dengan nama PONPES SABILILLAH pertama kali didirikan oleh Al- Mukarrrom guru besar Buya KH. Lebak, Prov. Banten, kemudian semenjak tahun 2005 Ponpes Sabilillah resmi membentuk sebuah yayasan yang terdiri dari pengajian salafi atau kitab kuning
TemuKangen Halal Bihalal Seluruh Alumni Ponpes Rauhotul Qur'n 29. KOTA SERANG, (MBN) - Pondok pesantren Raudhotul Qur'an, ini adalah pesantren salafi yang bertempat di link. Majalawang Lor Kelurahan Umbul - Taktakan Serang Banten. Pemilik Ponpes KH. Lujaini HB dalam sambutanya mengtakan, pertama berbuat baiklah kepada siapapun terutama
Իх явоАκеցиբቨςо шα ξинтυյипр
Пюгатፏх арешα լοφоታուμΑжочαф оሬеλаկንпр
Αстадродиф поնоδևнυዜ шосвеՈчо մի
Լፐлև жեбефеρ σэстэЧочюзоጣ ге
ታοጷозактኞς эηոտ ጅиኪθቢФጽվαфеֆէ ուማуጢадрэ
Ժаኔунեፑև εճисανо аИле ጸутрኩቮюጴ աκև
.